Saturday, February 26, 2011

Penyakit Jantung (Cardiovascular Disease)

Posted by. EndangSulis_dr

Aterosklerosis Sebagai Penyebab Beberapa Penyakit Pembuluh Darah
Aterosklerosis merupakan penyebab kematian dan kecacatan utama di Negara berkembang dan juga di dunia.
Manifestasi klinisnya tergantung dari pembuluh darah bagian mana yang terkena :
  • pada pembuluh darah koroner maka akan menyebabkan angina , infark miokard akut, ataupun kematian mendadak
  • pada pembuluh darah cerebri/ otak maka dapat menyebabkan TIA ( Transient iskemik akut ) dan stroke 
  • pada pembuluh darah perifer dapat menyebabkan gangren dan claudicasi
  • pada arteri renalis maka bisa menyebabkan hipertensi

Aterosklerosis itu paling sering disebabkan karena penyakit aterotrombotik, aterotrombotik adalah suatu proses terbentuknya trombus di pembuluh darah bagian tunika intima. Terjadinya aterotrombotik ini membutuhkan waktu yang lama , biasanya pembentukannya dimulai dari dekade pertama dan mulai bergejala pada dekade ke 3 atau 4.
- 3-8% aterosklerotik bergejala pada 3 daerah tubuh
- 23-32 % melibatkan 2 daerah tubuh

Epidemiologi Penyakit Jantung Koroner
3 manifestasi klinik utama pada aterosklerotik CVD ( penyakit pembuluh darah koroner ):
- CHD ( penyakit jantung koroner )
- CVA  (Cardio Vascular Accident)
- PVD
Angka kejadian : Pada tahun 1997 lebih dari 5 Juta orang Amerika mengalami CVD , satu juta angka kejadian itu mengalami beberapa manifestasi klinik CHD. Setiap tahun, 1 juta orang meninggal karena CVD ( 42% dari semua penderita CVD meninggal). Seperenam penderita CVD yang meninggal, usianya  < 65 tahun. Tiap tahunnya : 1,5 juta orang Amerika mengalami infark miokard,  0,5 juta orang meninggal karena CHD
- 0,5 juta orang mengalami stroke
- 0,15 juta orang mati karena stroke





Tingkat kematian akibat CHD menurun 40% sejak 1968. CVD itu masih tetap sebagai penyebab kematian utama di negara berkembang. Bahkan di negara maju pun CHD dan stroke merupakan penyebab kematian no.2 dan 3.

Dampak ekonomi akibat CVD
Meskipun umur biasa menurunkan mortalitas CVD, tetapi meningkatkan beban ekonomi, berkaitan dengan :
1) makin tua umur populasi menyebabkan jumlah kasus CVD tetap stabil
2) semakin canggih teknologi menyebabkan pengobatan makin agresif dan luas

Faktor resiko
Penilaian factor resiko dari CAD (penyakit pembuluh darah koroner ) ini berdasarkan studi epidemiologi yang dilakukan di Eropa dan US, dengan cara membandingkan jumlah penderita CAD terhadap orang yang sehat dalam satu waktu
Tetapi, dengan adanya faktor resiko ini , kita tidak boleh langsung menetapkan bahwa faktor resiko tersebut sebagai penyebab langsung dari CAD.



ATP III mengklasifikasikan faktor resiko CVD menjadi 3 golongan :
1.   Underlying , meliputi : obesitas, kurangnya olahraga , dan diet aterogenik ( tinggi kolesterol, tinggi garam )
2.   Mayor ( utama dan factor resiko tradisional ) , meliputi : umur, laki-laki, dislipidemia ( LDL tinggi dan HDL rendah), diabetes mellitus, hipertensi, merokok, riwayat keluarga .
3.   emerging factor meliputi yang di bawah ini:

Dislipidemia
Istilah dislipidemia ini lebih baik digunakan daripada istilah hiperlipidemia, karena pada dislipidemia ini selain terjadi peningkatan LDL tetapi juga terjadi penurunan HDL.
Kolesterol serum total itu terdiri dari :
  •   Kolesterol LDL – sebanding dengan resiko CVD ( makin besar kadar LDL maka resiko CVD makin meningkat )
  • Kolesterol HDL – berbanding terbalik dengan resiko CVD ( makin besar kadar HDL maka resiko CVD makin menurun )
  •  VLDL kolesterol juga berkaitan dengan resiko CVD pada pasien yang DM dan HDL nya rendah.
Prediktor yang paling baik untuk menentukan resiko CVD adalah rasio antara kolesterol serum total/ rasio HDL. Idealnya rasionya < 3, sedang 3-5, resiko tinggi >5. Rasio ini juga prediktor yang paling baik untuk evaluasi terapi.


Hipertensi
Merupakan faktor resiko yang paling poten untuk semua CVD dan merupakan faktor resiko utama penyebab stroke. Tingkat hubungan antara tekanan darah dan CVD : Tekanan darah sistolik itu makin tua makin meningkat, tetapi kalau tekanan darah diastolik itu pada usia pertengahan akan tetap dan makin lama makin menurun.
Proses manajemen terapi untuk penurunan tekanan darah sistolik menunjukkan pengurangan resiko terjadinya stroke ataupun CVD. Hipertensi sistolik saja ataupun hipertensi diastolik saja maka akan meningkatkan faktor resiko CVD 1,6 kali lipat. Kalau hipertensi kombinasi ( sistolik dan diastolik ) maka resikonya adalah 2 kali lipatnya. Resiko terjadinya CVD pun meningkat meskipun tekanan darahnya masih dalam kisaran normal tetapi tinggi ( 130-139/85-89 mmHg )

Merokok
Kebiasaan merokok meningkatkan resiko penyakit vaskuler. Baik rokok yang jenis filter ataupun yang sigaret mempunyai efek samping yang sama. Rokok dengan kadar tar rendah/ kadar nikotin yang rendah tetap saja tidak menunjukkan adanya pengurangan faktor resiko. Tidak seperti faktor resiko yang lain, resiko terjadinya CVD pada orang yang merokok itu bisa dikurangi ataupun dihilangkan secepatnya. Caranya dengan berhenti merokok minimal dalam kurun waktu 2 tahun .

Obesitas
Merupakan faktor resiko CVD yang bersifat independen. Obesitas akan memperburuk resiko terjadinya CVD. Pengukuran obesitas itu bisa dengan : BMI ( body mass index ) dan pengukuran pinggang.

Diabetes Mellitus
Pasien dengan DM tipe 1 ataupun 2 sama-sama meningkatkan resiko terjadinya CVD. Resiko CVD meningkat 2 kali lipat pada laki-laki muda dan meningkat 3 kali pada wanita muda dengan DM tipe 2. Pada DM tipe 2 terdapat satu atau lebih kelainan metabolik (hipertrigliseridemia, HDL rendah, hipertensi ). Penderita DM mungkin mempunyai kadar LDL normal, tetapi partikel LDL itu lebih kecil dan padat dan sifat ini merupakan sifat LDL yang lebih aterogenik ( menyebabkan aterosklerosis ).

Sindrom metabolic
Karakteristik sindroma metabolic:
-          obesitas abdominal : lingkar pinggang <laki-laki <40 inchi (±90 cm ), wanita <35 inchi (±  80cm )
  • kadar trigliserid <150 mg/dl
  •  HDL : laki-laki <40mg/dl, wanita <;50 mg/dl
  • tekanan darah< 130/85 mmHg
  •  kadar glukosa puasa<100 mg/dl
Disebut sindroma metabolik apabila terdapat minimal 3 ciri di atas

Related Post Fisiologi Jantung

Friday, February 25, 2011

Asistol dan Pulseless Electrical Activity

Pada asistol tidak ditemukan gambar irama EKG. Asistol primer disebabkan karena iskemia atau degenerasi nodus sinoatrial atau sistem konduksi AV. Refleks bradysistol/asistol dapat merupakan akibat operasi mata, blok retrobulbar, trauma mata, sindrom hipersensitif sinus carotid atau neuralgia glossopharyngeal.. Sedangkan asistol sekunder muncul ketika faktor dari luar menyebabkan kegagalan depolarisasi internal jantung. Kadang keadaan asistol mengikuti kondisi Ventricular Fibrilasi (VF) yang tidak mendapatkan defibrilasi atau kegagalan dalam defibrilasi.  
Sedangkan kondisi Pulseless Electrical Activity (PEA), muncul gambar irama gelombang pada EKG, tapi tak ada nadi yang teraba. Penyebab potensial PEA antara lain: emboli paru, infark miokard, asidosis, tension pneumothorax, hiper/hipokalemia, tamponade jantung, hipovolemia, hipoksia, hipotermia, overdosis obat (antidepresan, beta-blocker, calcium chanel-blocker, digoxin). PEA sering disebabkan oleh kondisi reversible dan dapat ditangani bila kondisi ini dapat diidentifikasi dan terkoreksi.
Penanganan asistol dan PEA tidak berhasil dengan defibrilasi. Fokus penanganan adalah dengan melakukan resusitasi jantung dna paru dengan interupsi minimal dan untuk mengidentifikasi penyebab reversible yang dapat menjadi faktor penyebab komplikasi lebih lengkap.
Penanganan cardiac arrest yang disebabkan oleh asistol dan PEA dapat dilihat dalam algoritma di bawah ini:

Gambar. Algoritma Penatalaksanaan Asistol


Gambar  Algoritma Penatalaksanaan PEA

Ventricular Fibrilasi dan Pulseless Ventricular Takikardi

Intervensi yang paling kritis selama menit awal dari VF atau VT adalah resusitasi jantung paru (RJP) sesegera mungkin dan melakukan kompresi dada dengan interupsi minimal dan defibrilasi sesegera mungkin dapat diberikan. Apabila VF/pulseless VT mengenai korban, penolong segera memberikan 1 shock dan lakukan RJP sesegera mungkin dimulai dengan kompresi dada. Namun apabila defibrilasi sudah tersedia (misalnya pada setting di RS), penolong harus memberikan 1 shock dengan dosis yang efektif untuk menghentikan VF (energi yang biasa digunakan adalah 120-200 J). Namun jika yang tersedia adalah defibrilasi monofasic maka gunakan dosis untuk shock awal adalah 360 J dan gunakan dosis rumatan setelahnya.
Sesegera mungkin setelah shock diberikan, lakukan RJP tanpa ditunda dan dilakukan terus menerus selama 5 siklus (atau 2 menit apabila alat bantuan nafas/advanced airways sudah dipasang), lalu cek ritme jantung kembali. Pada setting di RS, dapat dilakukan monitoring lebih lengkap (elektrokardiografi dan hemodinamik).
Strategi penanganan pada algoritma penatalaksanaan henti jantung akibat VF/pulseless VT ditujuan untuk meminimalkan interupsi dalam kompresi dada dan memungkin penolong untuk memberikan shock secara efektif apabila memungkinkan. Cek pulsasi arteri karotis dan ritme jantung tidak direkomendasikan sesegera mungkin setelah diberikan shock, namun cek pulsasi dan cek ritme ini dilakukan setelah pemerian shock yang diikuti oleh 5 siklus RJP (sekitar 2 menit setelah RJP).
Blue code (kode biru) berarti ada pasien yang harus segera ditangani bersama oleh seluruh tim. Alat defibrilasi akan segera disiapkan dan alat ini akan segera di setting dalam sinkronize atau asinkronize. Sinkronize digunakan untuk cardioversi misalnya supraventrikular takikardi yang unstable, sedangkan unsinkronize untuk defibrillator. Pada defibrillator atau unsyncronize begitu kejutan listrik 360 joule langsung pad angkat, tapi kalau cardioversi (sincronize) setelah shock, harus tetap letakkan pad itu di dada. Cardioversi bertujuan mengubah ritme yang tidak normal menjadi normal sedangkan defibrilasi bertujuan mengubah fibrilasi menjadi afibrilasi (membuat asistole à jantung dihentikan sejenakà SA node untuk berhenti berdetak à memberikan kesempatan agar otot-otot jantung dalam beberapa menit dapat berhenti kemudian berdetak secara normal (impuls normal mengembalikan kontraksi normal).
Apabila VF/VT masih ditemukan walaupun setelah pemberian 1-2 shock kemudian diikuti oleh RJP, segera berikan vasopressin (epinefrin setiap 3-5 menit selama henti jantung). Namun jika VF/ pulseless VT menetap setelah 2-3 kali shock diikuti dengan RJP dan pemberian vasopressor, maka berikan antiaritmia seperti amiodarone atau berikan lidokain sebagai pengganti. Atau berikan magnesium apabila pasien mengalami torsades de pointes dengan pemanjanganan interval QT. Penanganan lebih lengkap pada penanganan cardiac arrest yang disebabkan oleh VF/pulseless VT dapat dilihat dalam algoritma di bawah ini:

Gambar . Algoritma Penatalaksanaan VF/Pulseless VT

Thursday, February 24, 2011

Penanganan Awal Henti Jantung (Cardiac Arrest)

Empat jenis ritme jantung yang menyebabkan henti jantung yaitu ventricular fibrilasi (VF),  ventricular takikardia yang sangat cepat (VT), pulseless electrical activity (PEA), dan asistol. Untuk bertahan dari empat ritme ini memerlukan bantuan hidup dasar/ Basic Life Support dan bantuan hidup lanjutan/ Advanced Cardiovascular Life Support (ACLS) (American Heart Association (AHA), 2005).
Ventrikel fibrilasi merupakan sebab paling sering yang menyebabkan kematian mendadak akibat SCA. The American Heart Association (AHA) menggunakan 4 mata rantai penting untuk mempertahankan hidup korban untuk mengilustrasikan 4 tindakan penting dalam menolong korban SCA akibat ventrikel fibrilasi. Empat mata rantai tersebut adalah:
  1. Sesegera mungkin memanggil bantuan Emergency Medical Service (EMS) atau tenaga medis terdekat.
  2.  Sesegera mungkin melakukan RJP
  3.  Sesegera mungkin melakukan defibrilasi
  4. Sesegera mungkin dilakukan Advanced Life Support diikuti oleh perawatan postresusitasi.
Sebagaimana kondisi VF, kondisi aritmia lain yang dapat menyebabkan SCA juga memerlukan tindakan resusitasi jantung dan paru (RJP) yang sebaiknya segera dilakukan. Adapun algoritma dari RJP yaitu:

                                     Gambar . Algoritma BLS untuk dewasa

Prinsip penangan RJP ada 3 langkah yaitu ABC (Airway/pembebasan jalan nafas, Breathing/ usaha nafas, Circulation/ membantu memperbaiki sirkulasi). Namun sebelum melakukan 3 prinsip penanganan penting dalam RJP tersebut, penolong harus melakukan persiapan sebelumnya yaitu memastikan kondisi aman dan memungkinkan dilakukan RJP. Setelah memastikan kondisi aman, penolong akan menilai respon korban dengan cara: memanggil korban atau menanyakan kondisi korban secara langsung, contoh: “kamu tidak apa-apa?”; atau dengan memberikan stimulus nyeri. Jika pasien merespon tapi lemah atau pasien merespon tetapi terluka atau tidak merespon sama sekali segera panggil banttuan dengan menelepon nomor emergency terdekat.

AIRWAY (Pembebasan jalan nafas)
Persiapan kondisi yang memungkinkan untuk dilakukan RJP adalah meletakan korban pada permukaan yang keras dan memposisikan pasien dalam kondisi terlentang. Beberapa point penting dalam melakukan pembebasan jalan nafas:
  1.  Gunakan triple maneuver (head tilt-chin lift maneuver untuk membuka jalan nafas bagi korban yang tidak memiliki tanda-tanda trauma leher dan kepala).
  2. Apabila terdapat kecurigaan trauma vertebra cervicalis, pembebasan jalan nafas menggunakan teknik Jaw-thrust tanpa ekstensi leher.
  3. Bebaskan jalan nafas dengan membersihkan hal-hal yang menyumbat jalan nafas dengan finger swab atau suction jika ada.

BREATHING (Cek pernafasan)
Setelah memastikan jalan nafas bebas, penolong segera melakukan cek pernafasan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan cek pernafasan antara lain:
  • Cek pernafasan dilakukan dengan cara look (melihat pergerakan pengembangan dada), listen (mendengarkan nafas), dan feel (merasakan hembusan nafas) selama 10 detik.
  • Apabila dalam 10 detik usaha nafas tidak adekuat (misalnya terjadi respirasi gasping pada SCA) atau tidak ditemukan tanda-tanda pernafasan, maka berikan 2 kali nafas buatan (masing-masing 1 detik dengan volume yang cukup untuk membuat dada mengembang).
  • Volume tidal paling rendah yang membuat dada terlihat naik harus diberikan, pada sebagian besar dewasa sekitar 10 ml/kg (700 sampai 1000 ml).
  • Rekomendasi dalam melakukan nafas buatan ini antara lain: 
  1. Pada menit awal saat terjadi henti jantung, nafas buatan tidak lebih penting dibandingkan dengan kompresi dada karena pada menit pertama kadar oksigen dalam darah masih mencukupi kebutuhan sistemik. Selain itu pada awal terjadi henti jantung, masalah lebih terletak pada penurunan cardiac output sehingga kompresi lebih efektif. Oleh karena inilah alasan rekomendasi untuk meminimalisir interupsi saat kompresi dada
  2. Ventilasi dan kompresi menjadi sama-sama penting saat prolonged VF SCA
  3. Hindari hiperventilasi (baik pernapasan mulut-mulut/ masker/ ambubag) dengan memberikan volume pernapasan normal (tidak terlalu kuat dan cepat)
  4. Ketika pasien sudah menggunakan alat bantuan nafas (ET. LMA, dll) frekuensi nafas diberikan 8-10 nafas/menit tanpa usaha mensinkronkan nafas dan kompresi dada.    
  •   Apabila kondisi tidak memungkinkan untuk memberikan nafas buatan (misalnya korban memiliki riwayat penyakit tertentu sehingga penolong tidak aman/resiko tertular) maka lakukan kompresi dada.
  • Setelah pemberian pernafasan buatan, segera lakukan pengecekan sirkulasi dengan mendeteksi pulsasi arteri carotis (terletak dilateral jakun/tulang krikoid).
  • -          Pada pasien dengan sirkulasi spontan (pulsasi teraba) memerlukan ventilasi dengan rata-rata 10-12 nafas/menit dengan 1 nafas memerlukan 5-6 detik dan setiap kali nafas harus dapat mengembangkan dada.

CIRCULATION
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mempertahankan sirkulasi pada saat melakukan resusitasi jantung dan paru:

  • Kompresi yang “efektif” diperlukan untuk mempertahankan aliran darah selama resusitasi dilakukan.
  • Kompresi akan maksimal jika pasien diletakan terlentang pada alas yang keras dan penolong berada disisi dada korban.
  • Kompresi yang efektif dapat dilakukan dengan melakukan kompresi yang kuat dan cepat (untuk dewasa + 100 kali kompresi/menit dengan kedalam kompresi 2 inchi/4-5 cm; berikan waktu untuk dada mengembang sempurna setelah kompresi; kompresi yang dilakukan sebaiknya ritmik dan rileks).
  • Kompresi dada yang harus dilakukan bersama dengan ventilasi apabila pernafasan dan sirkulasi tidak adekuat. Adapun rasio yang digunakan dalam kompresi dada dengan ventilasi yaitu 30:2 adalah berdasarkan konsensus dari para ahli. Adapun prinsip kombinasi antara kompresi dada dengan ventilasi antara lain; peningkatan frekuensi kompresi dada dapat menurunkan hiperventilasi dan lakukan ventilasi dengan minimal interupsi terhadap kompresi. Sebaiknya lakukan masing-masing tindakan (kompresi dada dan ventilasi) secara independen dengan kompresi dada 100x/menit dan ventilasi 8-10 kali nafas per menit dan kompresi jangan membuat ventilasi berhenti dan sebaliknya, hal ini khususnya untuk 2 orang penolong).
  • Pada pencarian literature ditemukan lima sitation: satu LOE (Level Of Evidence) 4, dan Empat LOE 6. Frekuensi tinggi (lebih dari 100 kompresi permenit) manual CPR telah dipelajari sebagai teknik meningkatkan resusitasi dari cardiac arrest. Pada kebanyakan studi pada binatang, frekuensi CPR yang tinggi meningkatkan hemodinamik, dan tanpa meningkatkan trauma (LOE6, Swart 1994, Maier 1984, Kern 1986). Pada satu tambahan studi pada binatang, CPR frekuensi tinggi tidak meningkatkan hemodinamik melebihi yang dilakukan CPR standar (cit Tucker, 1994).
  • -          Studi klinis dalam pegguaan CPR frekuensi tinggi masih terbatas. Pada sebuah uji klinis kecil (dengan jumlah sampel 9), CPR frekuensi tinggi meningkatkan hemodinamik melebihi CPR standar (cit Swensen 1988). Lalu, CPR frekuensi tinggi terlihat lebih menjanjikan untuk peningkatan CPR. Hasil dari studi pada manusia diperlukan untuk menentukan keefektifan dari teknik ini dalam manajemen pasien dengan cardiac arrest.


Selain bantuan hidup dasar/ Basic Life Support, dalam penanganan cardiac arrest juga memerlukan bantuan hidup lanjutan/ Advanced Cardiovascular Life Support (ACLS) untuk meningkatkan harapan hidup korban. Adapun algoritma penanganan bantuan hidup lanjutan/ Advanced Cardiovascular Life Support (ACLS) untuk pulseless arrest:
 
Gambar . Algoritma ACLS

Related post.  henti jantung (cardiac arrest)

Tuesday, February 22, 2011

Bagaimana Mekanisme Terjadinya Henti Jantung (Cardiac Arrest)


Sebelum mengetahui patofisiologi dari henti jantung, diperlukan pemahaman mengenai ritme normal dari denyut jantung. Syarat dikatakan ritme jantung normal apabila ritme yang dihasilkan regular dengan frekuensi denyutan rata-rata adalah 60 kali permenit/1 denyut setiap detik. Adapun penampakan dalam rekam jantung yaitu sebagai berikut:
 Gambar 1. EKG ritme sinus normal

Terdapat tiga fase perubahan selama terjadi proses henti jantung yaitu:
  1. Fase elektrik (0-5 menit) --> fase 5 menit awal saat mulai terjadi impuls elektrik tidak normal dan menyebabkan aritmia dari kontraksi otot jantung.
  2. Fase sirkulasi (5-10 menit) --> fase dimana mulai terlihat akibat dari ketidakcukupan jantung dalam memenuhi kebutuhan darah seluruh  tubuh. Dengan kata lain terjadi hipoksia jaringan.
  3. Fase metabolic (> 10 menit) --> ini merupakan fase yang kurang difahami. Namun pada fase ini mulai diproduksinya toksin akibat sel-sel yang mengalami hipoksia dan toksis tersebut beredar mengikuti aliran darah (EMS, 2008).
Patofisiologi cardiac arrest tergantung dari etiologi yang mendasarinya. Beberapa sebab dapat menyebabkan ritme denyut jantung menjadi tidak normal, dan keadaan ini sering disebut aritmia. Selama aritmia, jantung dapat berdenyut terlalu cepat atau terlalu lambat atau berhenti berdenyut. Empat macam ritme yang dapat menyebabkan pulseless cardiac arrest yaitu Ventricular Fibrillation (VF), Rapid Ventricular Tachycardia (VT), Pulseless Electrical Activity (PEA) dan asistol (American Heart Association (AHA), 2005).
Kematian akibat henti jantung paling banyak disebabkan oleh ventricular fibrilasi dimana terjadi pola eksitasi quasi periodik pada ventrikel dan menyebabkan jantung kehilangan kemampuan untuk memompa darah secara adekuat. Volume sekuncup jantung (cardiac output) akan mengalami penurunan sehingga tidak bisa mencukupi kebutuhan sistemik tubuh, otak dan organ vital lain termasuk miokardium jantung (Mariil dan Kazii, 2008).


Gambar 2. EKG ventricular fibrilasi

Ventrikular takikardia (VT) adalah takidisritmia yang disebabkan oleh kontraksi ventrikel simana jantung berdenyut > 120 denyut/menit dengan GRS kompleks yang memanjang. VT dapat monomorfik (ditemukan QRS kompleks tunggal) atau polimorfik (ritme irregular dengan QRS yang bervariasi baik amplitudo dan bentuknya) (deSouza dan Wart, 2009). 
 Gambar 3. EKG ventricular tachycardia

Adapun asistol dapat juga menyebabkan SCA. Asistol adalah keadaan dimana tidak terdapatnya depolarisasi ventrikel sehingga jantung tidak memiliki cardiac output. Asistol dapat dibagi menjadi 2 yaitu asistol primer (ketika sistem elektrik jantung gagal untuk mendepolarisasi ventrikel) dan asistol sekunder (ketika sistem elektrik jantung gagal untuk mendepolarisasi seluruh bagian jantung). Asistol primer dapat disebabkan iskemia atau degenerasi (sklerosis) dari nodus sinoatrial (Nodus SA) atau sistem konduksi atrioventrikular (AV system) (Caggiano, 2009).
 Gambar 3. EKG asystole
       
Sedangkan ritme lain yang dapat menyebabkan SCA adalah Pulseless Electrical Activity (PEA). Kondisi jantung yang mengalami ritme disritmia heterogen tanpa diikuti oleh denyut nadi yang terdeteksi. Ritme bradiasistol adalah ritme lambat, dimana pada kondisi tersebut dapat ditemukan kompleks yang meluas atau menyempit, dengan atau tanpa nadi juga dikatakan sebagai asistol (Caggiano, 2009).
Walaupun patofisiologi cardiac arrest tergantung dari etiologi yang mendasarinya. Namun pada umumnya mekanisme terjadinya kematian adalah sama. Sebagai akibat dari henti jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran darah mencegah aliran oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak. Hipoksia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas normal. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit (Kaplan, 2007).


Related post. Henti jantung (cardiac arrest)

Henti jantung (Cardiac arrest)

Cardiac Arrest (Henti jantung) vs Heart attack (serangan jantung)

Cardiac arrest disebut juga cardiorespiratory arrest, cardiopulmonary arrest, atau circulatory arrest, merupakan suatu keadaan darurat medis dengan tidak ada atau tidak adekuatnya kontraksi ventrikel kiri jantung yang dengan seketika menyebabkan kegagalan sirkulasi (U.S National Heart, Lung, and Blood Institute, 2009; Sudden Cardiac Arrest Association, 2008; Sovari dan Kocheril: 2009). Terdapat empat jenis ritme yang menyebabkan henti jantung yaitu ventricular fibrilasi (VF),  ventricular takikardia yang sangat cepat (VT), pulseless electrical activity (PEA), dan asistol. Untuk bertahan dari empat ritme ini memerlukan kedua bantuan hidup dasar/ Basic Life Support dan bantuan hidup lanjutan/ Advanced Cardiovascular Life Support (ACLS) (American Heart Association (AHA), 2005).
Pada orang yang mengalami henti jantung dapat ditemukan gejala-gejala yang tiba-tiba sebagai berikut:
  •  Tidak sadar secara tiba-tiba (collapse)
  •   Nadi tidak teraba, hipotensi (tekanan darah turun drastis/hampir tidak ada)
  •  Tidak bernapas
Hilangnya kesadaran secara tiba-tiba merupakan tanda terjadinya kekurangan oksigen di otak (cerebral hipoksia). Namun, kadang kita bisa menemukan “tanda-tanda peringatan” yang dapat menunjukan akan terjadinya henti jantung yaitu rasa lelah, lemah, pandangan kabur dan berkunang-kunang, pusing, nyeri dada, napas dangkal dan pendek, berdebar-debar (palpitasi), atau muntah; walaupun tidak semua kejadian henti jantung memberikan tanda peringatan ini (Sovari dan Kocheril: 2009).
Henti jantung mendadak (sudden cardiac arrest/ SCA) berbeda dengan serangan jantung (cardiac arrest). SCA adalah kondisi yang muncul apabila jantung berhenti memompa darah ke seluruh tubuh yang diakibatkan oleh gangguan elektrifitas internal jantung yang mengatur denyut jantung. Sedangkan serangan jantung (heart attack) disebabkan karena kurang adekuatnya vaskularisasi otot jantung akibat tersumbatnya pembuluh darah coroner jantung. Pada serangan jantung oksigen tidak adekuat untuk mencukupi kebutuhan sel-sel otot jantung sehingga otot jantung menjadi iskemia (U.S National Heart, Lung, and Blood Institute, 2009; Sudden Cardiac Arrest Association, 2008; Sovari dan Kocheril: 2009).
 Gambar 1. kondisi yang terjadi pada serangan jantung
Gambar 2. kondisi yang terjadi pada sudden cardiac arrest

Walaupun henti jantung dan serangan jantung berbeda, namun terdapat hubungan antara keduanya. Pada serangan jantung, kerusakan otot jantung akibat iskemia sel jantung dapat mengganggu sistem elektrik internal jantung. Gangguan sistem elektrik internal ini dapat menyebabkan gangguan ritme jantung menjadi melambat atau menjadi lebih cepat dan bisa menjadi henti jantung. Dengan kata lain, orang yang memiliki riwayat serangan jantung memiliki resiko yang lebih besar henti jantung mendadak dibandingkan orang yang tidak memiliki riwayat (Sudden Cardiac Arrest Association, 2008).

Monday, February 21, 2011

MELIHAT LEBIH DEKAT INDAHNYA JANTUNG BEKERJA

                       Jantung merupakan organ yang bertugas memompa darah ke seluruh tubuh. jantung terletak di rongga mediastinum dan disebelah kanan dan kiri jantung terdapat paru-paru. Jantung dilindungi oleh tulang costa, di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang tidak sama tingginya (tidak dalam satu garis lurus) karena di sebelah kanan bawah diafragma terdapat hepar (zat padat) yang mendesak ke atas dan di bagian kiri terdapat lambung yang kalau kosong akan terdesak ke bagian caudal namun kalau penuh menyebabkan mendesak diafragma juga ke arah cranial. Pada bagian kranialnya terdapat pembuluh darah besar dan trakea. Sedangkan dibagian anterior di batasi costa dan di bagian posterior dibatasi vertebrae thoracal. Jantung diselubungi oleh selaput yang disebut pericardium. Perikardium memiliki 2 lapisan: lapisan dalam (pericardium visceral) dan lapisan luar (pericardium parietal) (Price dan Wilson, 2005).



  Gambar1. Jantung tampak depan
Jantung terdiri atas 4 ruang yaitu atrium kanan, ventrikel kanan, atrium kiri, dan ventrikel kiri. Jantung juga memiliki beberapa katup yang berfungsi untuk mencegah refluks/aliran balik darah. Aliran darah dari seluruh tubuh memasuki jantung melalui vena cava superior (bagian tubuh atas) dan vena cava inferior ke dalam atrium kanan. Kemudian darah dari atrium kanan mengalir ke dalam ventrikel kanan. Setelah memenuhi ventrikel kanan, darah akan dipompakan ke arteri pulmonalis dan saat inilah katup antara atrium kanan dan ventrikel kanan (trikuspidalis) menutup sehingga mencegah refluks darah dari ventrikel kanan ke atrium kanan. Darah yang telah memasuki arteri pulmonalis dialirkan ke paru-paru dan dicegah agar tidak refluks ke ventrikel kanan oleh katup pulmonalis (Guyton dan Hall, 1997).
Setelah darah memasuki paru-paru, darah akan melepaskan karbondioksida dan mengikat oksigen. Darah yang kaya oksigen ini dibawa menuju atrium kiri melalui vena pulmonalis. Darah yang telah memenuhi atrium kiri, mengalir ke ventrikel kiri. Dari ventrikel kiri, darah akan dialirkan ke seluruh tubuh melalui aorta. Pencegahan aliran balik dari ventrikel kiri ke atrium kiri dilakukan oleh katup bikuspid/katup mitral (terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri).  Kemudian dari aorta darah akan dialirkan ke seluruh tubuh. Katup aorta berfungsi untuk menjaga darah yang telah memasuki aorta tidak kembali ke ventrikel kiri. (Guyton dan Hall, 1997; Price dan Wilson, 2005; Ganong, 1983).
 
Gambar2. Penampang melintang jantung terlihat ruang dan katupnya

Gambar3. Aliran darah manusia

Sistem Konduksi Jantung
Terdapat 3 jenis sel dalam jantung yang berperan dalam proses impuls normal di dalam jantung, yaitu:
1.      Sel perintis (peacemaker cells) àNodus sino- atrial (SA) adalah peacemaker jantung. Ia terletak di atas krista terminalis, dibawah pembukaan vena cava superior di dalam atrium kanan.
2.      Sel konduksi listrik à Impuls yang dihasilkan oleh nodus SA diantar melalui otot-otot atrial untuk menyebabkan sinkronisasi kontraksi atrial. Impuls tiba ke nodus atrioventrikular (AV) yang terletak di septum interatrial dibawah pembukaan sinus koronaria. Dari sini impuls diantar ke ventrikel melalui serabut atrioventrikular (His) yang turun ke dalam septum interventrikular. Serabut His terbagi menjadi 2 cabang kanan dan kiri. Cabang-cabang ini akan berakhir pada serabut-serabut Purkinje dalam subendokardium dari ventrikel.
3.      Sel miokardium à Jika sebuah gelombang depolarisasi mencapai sebuah sel jantung, kalsium akan dilepaskan ke dalam sel sehingga sel tersebut berkontraksi. Sel jantung memiliki banyak sekali protein kontraktil, yaitu aktin dan miosin.

 
Gambar 4. Sistem konduksi jantung
Aktivitas elektrik internal jantung dapat direkam menggunakan alat yang disebut Elektrocardiograf (ECG/EKG). Alat ini merekam konduksi atau penajalaran listik internal jantung dan menampilkan dalam bentuk gelombang. Gelombang pada EKG disebut gelombang P-QRS-T, ini merupakan 1 siklus urutan dari perjalanan impuls dari nodus sinoauricularis sampai ke ventrikel.


Gambar 5. Keterangan Gelombang Hasil perekaman EKG 
terhadap penjalaran Impuls Listik Jantung


Gambar 6. Perekaman EKG terhadap penjalaran impuls listrik jantung
Siklus Jantung/ Cardiac Cycle
      Siklus jantung adalah dimulainya 1 denyut jantung hingga denyut jantung berikutnya. Satu denyut jantung terdiri dari kontraksi (sistole) dan relaksasi (diastole) di ke empat ruang jantung. Adapun siklus jantung: Isovolumetric Relaxation à Ventricular filling à Isovolumetric contraction à Ventricular ejection.
1.      Isovolumetric Relaxation
-      Pengisian ventrikel (ventricular filling) terjadi ketika ventrikel dalam keadaan diastol (sehingga tekanan di ventrikel menjadi rendah dan memudahkan darah mengalir menuju ventrikel).
-      Awalnya, atrium dalam keadaan diastol. Dalam keadaan ini, tekanan di atrium lebih tinggi dari ventrikel tapi tekanan atrium lebih rendah dari tekanan di vena cava dan vena pulmonalis. Sehingga darah secara pasif masuk ke atrium.
-      Setelah periode diastol, akan diikuti oleh sistol atrium. Pada saat sistol, tekanan di atrium pasti lebih tinggi daripada ventrikel, sehingga darah akan aktif mengalir menuju ventrikel.
-      Sehingga dapat disimpulkan bahwa darah tidak akan masuk ke dalam ventrikel sampai terjadi siklus selanjutnya. Bila ventricular filling ini berakhir, maka disebut End Diastolic Volume (EDV).

2.      Ventricular filling
Kontraksi isovolumetrik terjadi ketika ventrikel berkontraksi sehingga menyebabkan tekanan di ventrikel meningkat. Hal itu disebabkan oleh katup atrioventrikular Kontraksi isovolumetrik terjadi ketika ventrikel berkontraksi sehingga menyebabkan tekanan di ventrikel meningkat. Hal itu disebabkan oleh katup atrioventrikular menutup dan terdengarlah bunyi jantung pertama (Lub) akibat penutupan tersebut lalu terjadi sedkit peningkatan tekanan sebelum katup semilunar membuka. Selama beberapa saat, kedua katup (AV dan semilunar) tertutup sementara ventrikel berkontraksi dan tidak ada darah yang keluar-masuk ruangan ini, sehingga disebut kontraksi isovolumetrik.

3.      Isovolumetric contraction
-      Ejeksi ventrikel terjadi ketika katup semilunar terbuka dan tekanan di ventrikel meningkat sehingga darah mengalir keluar ventrikel menuju aorta hingga tekanan di aorta sama dengan tekanan di ventrikel.
-      Ketika ventrikel berhenti berkontraksi dan mulai relaksasi maka tekanan di ventrikel sama dengan di aorta. Ventrikel tidak mengeluarkan atau memompa seluruh darah ke aorta, sehingga ventrikel terdapat darah sisa. Darah yang tersisa di ventrikel itu disebut End Systolic Volume (ESV).

4.      Ventricular ejection
-      Relaksasi isovolumetrik berlawanan dengan kontraksi isovolumetrik. Ketika tekanan ventrikel lebih rendah dari tekanan arteri (setelah sistol ventrikel berakhir), katup semilunar akan tertutup dan menimbulkan bunyi jantung kedua (Dub). Tetapi tekanan di ventrikel masih lebih tinggi daripada di atrium dan aktup atrioventrikular masih tetap tertutup.
-      Lalu, tekanan di ventrikel akan menurun (ketika ventrikel relaksasi) samapai tekanannya lebih rendah dari tekanan atrium, lalu katup atrioventrikular akan terbuka.
-      Periode atau jeda waktu antara penutupan katup semilunar hingga sebelum pembukaan katup atrioventrikular disebut relaksasi isovolumetrik.

Cardiac Output
      Setiap kali kontraksi, ventrikel akan memompa darah sebanyak dua-pertiga dari volume darah dalam ventrikel pada akhir diastolic. Jumlah darah yang dikeluarkan disebut fraksi ejeksi; sedangkan volume darah yang tertinggal di ventrikel pada akhir sistolik disebut volume akhir sistolik. Dalam 1 detik volume darah yang dipompa dari ventrikel disebut stroke volume/volume sekuncup jantung (Guyton dan Hall, 1997; Price dan Wilson, 2005).
      Cardiac output atau curah jantung  adalah volume darah yang dipompa oleh ventrikel selama satu menit, yang merupakan hasil kali dari denyut jantung (Heart Rate) dengan volume sekuncup (Stroke Volume).
      Curah jantung = frekuensi jantung x volume sekuncup
Curah jantung rata-rata manusia adalah 5 L/menit. Namun demikian, curah jantung bervariasi untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi bagi jaringan perifer. Kebutuhan curah jantung bervariasi sesuai ukuran tubuh, sehingga indikator yang lebih akurat untuk fungsi jantung adalah indeks jantung. Indeks Jantung diperoleh dengan membagi curah jantung dengan luas permukaan tubuh, yaitu sekitar 3L/menit/m2 permukaan tubuh (Price dan Wilson, 2005).
      Pada kondisi fisiologis normal, apabila terjadi perubahan pada salah satu variable maka curah jantung dapat tetap dipertahankan konstan melalui penyesuaian kompensatorik dalam variabel. Misalnya, bila denyut jantung melambat, maka periode relaksasi ventrikel diantara denyut jantung menjadi lebih lama, sehingga meningkatkan waktu pengisian ventrikel. Dengan sendirinya volume ventrikel menjadi lebih besar dan darah yang dapat dikeluarkan per denyut menjadi lebih banyak. Sebaliknya, kalau volume sekuncup menurun, maka curah jantung dapat distabilkan dengan meningkatkan kecepatan denyut jantung. Tentu saja penyesuaian kompensasi ini hanya dapat mempertahankan curah jantung dalam batas tertentu. Perubahan dan stabilisasi curah jantung bergantung pada mekanisme yang mengatur kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup (Guyton dan Hall, 1997; Price dan Wilson, 2005).

Suplai arteri Jantung 
Terdapat variasi ukuran dan letak dari arteri koronaria. Sebagai contoh, pada sebagian orang, cabang  posterior interventikular dari arteri koronaria kanannya lebih besar dan menyuplai darah ke sebagian besar bagian ventrikel kiri sedangkan pada kebanyakan orang tempat ini disuplai oleh cabang anterior interventrikular dari arteri koronaria kiri. Contoh lain, nodus sino-atrial umumnya disuplai oleh cabang nodus dari arteri koronaria kanan, akan tetapi pada 30-40% populasi menerima suplai dari arteri koronaria kiri.